Juni 2025


PADANG -  Ketua DPRD Padang Muharlion meminta Walikota Padang Fadly Amran mengevaluasi RSUD Rasyidin terkait kasus warga Padang yang meninggal usai diduga ditolak RSUD.

"Harus dievaluasi. Kalau harus disanksi ya disanksi. Catatan merahnya adalah RSUD tidak memiliki sense of crisis," kata Muharlion usai hearing dengan RSUD Rasyidin di Gedung DPRD Padang, Senin (2/6/2025).

Muharlion menyayangkan terjadinya kasus itu karena harusnya pihak RSUD memberikan pelayanan lebih.

"Orang datang malam-malam mau berobat tentu sudah gawat. Kalau masih bisa ditahan pasti ditahan sampai besok lah," kata Muharlion.

Muharlion mengatakan seharusnya pasien diberi layanan untuk dirawat inap. 

Soal ditanggung BPJS atau tidak itu persoalan belakangan karena ini menyangkut nyawa manusia.

"Jangan berpikir ini ditanggung BPJS atau tidak. Berikan layanan maksimal dulu sebab dia datang malam-malam tentu sakit keras," kata Muharlion.

Menurut Muharlion kalau semisalnya nanti tidak ditanggung BPJS tentu akan dicarikan solusi bersama.

"Banyak pasien yang tak mampu membayar kita carikan solusinya misalnya lewat Baznas," jelas Muharlion.

Muharlion menyebutkan Walikota Fadly Amran harus mengawasi kesehatan warga Padang. Apalagi Pemko Padang memiliki program layanan kesehatan gratis yang menyeluruh bagi warga Padang.

"Ini perlu diawasi. Harus ada PIC yang menampung keluhan warga di rumah sakit. Kalau ada persoalan langsung ditangani," kata Muharlion.

Sebelumnya diberitakan seorang warga Padang, Sumatera Barat DE (44) pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) meninggal dunia usai diduga ditolak pihak Rumah Sakit Umum Daerah Rasyidin Padang, Sabtu (31/5/2025).

DE bersama keluarga telah mendatangi Instalasi Gawat Darurat RSUD Rasyidin dengan harapan mendapatkan perawatan medis secara cepat karena mengalami sesak nafas.

Namun ketika diperiksa dokter di IGD, DE dinilai tidak mengalami gawat darurat sehingga disarankan mengunjungi puskesmas terlebih dahulu.

"Kami datang pada dini hari tadi sekitar pukul 00.15 WIB karena kakak saya DE mengalami sesak nafas," kata adik DE, Yudi kepada Kompas.com, Sabtu (31/5/2025) di Padang.

Menurut Yudi, DE dibawa ke RSUD Rasyidin karena kondisinya mengkuatirkan sebab sesak nafasnya cukup berat dan RSUD dekat dari rumahnya.

Namun tiba di IGD RSUD, kata Yudi pihak rumah sakit menyebutkan DE kondisinya tidak darurat sehingga tak ditanggung BPJS.

Pihak rumah sakit menyarankan agar ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan yang ditanggung BPJS.

Namun, kata Yudi setelah dibawa lagi pulang kondisi DE semakin memburuk dan paginya dibawa ke Rumah Sakit Siti Rahmah Padang dengan becak motor.

"Namun nyawa kakak saya tak tertolong dan meninggal dunia. Saya sangat menyayangkan diagnosis pihak RSUD Rasyidin yang menyebutkan kondisi kakak saya tak darurat," kata Yudi.

Direktur RSUD Rasyidin Desy Susanti membenarkan DE mendatangi IGD.

Hanya saja kata Desy saat ditangani dokter IGD, kondisi DE tidak dalam keadaan darurat.

"Mereka datang kita layani. Dokter IGD menyebutkan setelah diperiksa kondisi pasien saat itu tidak dalam keadaan darurat," kata Desy.

Menurut Desy, dokter memang menyarankan mendatangi puskesmas untuk mendapatkan pelayanan yang ditanggung BPJS.(***)


PARA jemaah haji harus memiliki pengetahuan yang cukup. Jika tidak, maka berpeluang besar mengalami penipuan seperti yang terjadi pada jemaah haji asal Indonesia ratusan tahun lalu. 

Sekitar tahun 1900-an, jemaah haji asal Indonesia menjadi sasaran empuk penipuan warga Arab. Penyebabnya karena mereka tidak punya bekal ilmu mumpuni. Mereka tidak terlalu memahami bahasa Arab serta tidak paham rukun, kewajiban, dan tata cara ibadah haji.

Mayoritas jemaah asal Indonesia menganggap segala hal yang diucapkan dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang baik, sehingga percaya-percaya saja. Padahal, faktanya berbeda.

Kealpaan pengetahuan lantas menjadi celah bagi warga Arab melakukan tindak penipuan. Tahun 1931, misalnya, seorang pejabat Belanda, Snouck Hurgronje, menyaksikan langsung bagaimana jemaah Indonesia nurut-nurut saja mengikuti berbagai perintah warga Arab, sekalipun di luar rangkaian haji.

Para jemaah seringkali diminta melakukan ziarah tambahan dan berbagai ritual yang mengeluarkan uang tambahan. Orang Arab tahu kalau jemaah Indonesia biasanya membawa uang dalam jumlah besar ke Tanah Suci.

Hal ini membuat warga Arab menjadikan jemaah Indonesia sebagai sasaran empuk. Salah satu kasus penipuan terjadi terkait air zamzam.

Jemaah Indonesia punya keyakinan air zamzam punya kekuatan spiritual dan dapat membersihkan diri dari berbagai kenistaan. Mereka sering kumur-kumur dan menyemburkan zamzam sebagai bagian dari keyakinan itu.

Namun, saat jemaah ingin air zamzam, sebagian warga Arab justru memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta bayaran. Padahal, pemerintah Arab Saudi menggratiskan air yang dipercaya berasal dari mukjizat Nabi Ismail itu.

Namun, akibat kurangnya informasi, jemaah Indonesia percaya begitu saja dan menyerahkan uang tanpa menyadari kalau sedang dikerjai orang Arab.

Selain air zamzam, penipuan lain juga terjadi dalam bentuk penitipan uang. Orang Arab menyamar sebagai syekh haji dan mengaku sebagai tempat penitipan uang untuk keperluan ibadah haji jemaah Indonesia. Jemaah yang percaya lantas menyerahkan uang begitu saja. Namun, setelah dititip uang malah susah diperoleh kembali. Alias masuk ke kantong pencuri.

"Kerumunan jemaah dibagi-bagi seperti ternak di antara berbagai syekh yang telah membeli suatu lisensi, tanpa sedikitpun memperhatikan keinginan mereka masing-masing," ungkap Snouck Hurgronje dalam memoar berjudul Mekka in the Latter Part of the 19th Century (1931).

Tujuh tahun sebelumnya, kasus penipuan malah lebih parah. Jemaah Indonesia disuruh membeli tiang Masjidil Haram, yang katanya, bagian dari ritual haji. Ini diungkap Bupati Bandung, R.A Wiranatakusumah dalam catatan perjalanan berjudul "Seorang Bupati Naik Haji" (1924).

"Di Makkah, penipu-penipu itu mudah sekali melakukan tipu dayanya," ungkap Wiranatakusumah.

Tiang Masjidil Haram dijual 300 real kepada orang Indonesia dengan dalih sumbangan wakaf. Jemaah yang percaya dan yakin wakaf mendatangkan pahala bergegas memberikan uang ke penipu Arab. Apalagi, disebutkan kalau itu bagian dari ritual haji.

Padahal, tidak ada dalam sejarahnya tiang masjid suci dijual atau diwakafkan. Dari kejadian ini, R.A Wiranatakusumah menyarankan agar jemaah Indonesia tak membawa uang berlebih untuk terhindari kasus penipuan.

Saking mudahnya ditipu, orang Arab menjuluki jemaah Indonesia sebagai 'hewan ternak'. Maksudnya, bisa dimanfaatkan atau diperas layaknya sapi, kambing, dan hewan ternak lain.

"Orang Arab memakai julukan yang menghina untuk menunjukkan orang Jawi itu, yakni farukha (jamak kata farkh, "ayam itik") dan baqar, "hewan ternak"," tulis Sejarawan Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam (2013).(***)

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.