PADANG - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya indikasi penyelewengan dana Covid-19 Sumatera Barat berupa kemahalan harga barang senilai Rp 4,9 miliar.
Akibatnya uang tersebut terpaksa dikembalikan oleh rekanan atau penyedia jasa ke kas negara.
"Ada temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sekitar Rp 4,9 miliar atas indikasi kemahalan harga barang," kata Kalaksa BPBD Sumbar Erman Rahman yang dihubungi Kompas.com, Selasa (23/2/2021).
Erman menyebutkan barang yang dibeli tersebut adalah hand sanitizer untuk kebutuhan penanganan Covid-19 di Sumbar.
Akibat temuan tersebut, rekanan harus mengembalikan harga yang kemahalan itu dengan total Rp 4,9 miliar.
"Sekitar Rp 4,3 miliar sudah dikembalikan. Sedangkan sisanya dalam minggu ini dibayarkan," kata Erman.
Sementara Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar tentang LHP BPK RI terkait Covid-19, Nofrizon menyebutkan dalam LHP BPK RI ditemukan adanya indikasi penyelewengan dana untuk pembelian hand sanitizer tersebut.
Hasil penyelidikan Pansus sementara ditemukan bahwa pembelian hand sanitizer itu diduga di mark up dari harga sebenarnya.
"Harga sebenarnya Rp 9.000 per botol, namun dibeli Rp 35.000. Kemudian perusahaan atau rekanannya tidak bergerak di bidang pengadaan alat kesehatan," jelas Nofrizon.
Nofrizon menyebutkan rekanan yang menyediakan hand sanitizer tersebut bergerak di bidang batik tanah liat, bukan alat kesehatan.
"Ini yang akan kita selidiki di Pansus," kata Nofrizon.
Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI soal dana hand sanitizer merupakan salah satu dari dua temuan indikasi penyelewengan dana Covid-19 Sumbar.
Temuan sebelumnya, ada indikasi dana Rp 49 miliar yang belum dapat dipertanggungjawabkan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat pun menyelidiki dugaan penyelewengan dana Covid-19 dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus).
"DPRD Sumbar bentuk Pansus untuk menindaklanjuti LHP BPK RI tersebut. Ada Rp 49 miliar dana Covid-19 Sumbar yang belum bisa dipertanggungjawabkan," kata Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar, Nofrizon yang dihubungi Kompas.com, Selasa (23/2/2021).
Politisi Partai Demokrat itu menyebutkan temuan BPK RI itu berupa adanya pembelian barang yang dibayar tunai.
Padahal dalam aturan tidak diperbolehkan pembayaran dilakukan secara tunai.
Nofrizon mengatakan Pansus sudah bekerja sejak 17 Februari 2021 lalu.(***)
Posting Komentar