Badko HMI Sumbar Laporkan Anggiota DPD RI Cerint Iralloza ke Badan Kehormatan DPD
PADANG - Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumbar secara resmi melaporkan salah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumbar Cerint Iralloza Tasya ke BK DPD RI. Laporan tersebut didasari atas dugaan pelanggaran etik dan konflik kepentingan Cerint sebagai pejabat publik.
Laporan bernomor 65/B/SEK/06/1447 diserahkan langsung oleh perwakilan Badko HMI Sumbar, yaitu Sekretaris Umum Aryanda Putra dan Ketua Bidang Pemberdayaan Aparatur Organisasi Fadhli Hakimi, pada hari Jumat, 5 Desember 2025, sekitar pukul 15:25 WIB, dan diterima oleh Kepala Subbagian Rapat Sekretariat Badan Kehormatan DPD RI.
Menurut Badko HMI Sumbar, Cerint Iralloza Tasya, yang telah mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagai anggota DPD RI, secara bersamaan juga menjalankan pendidikan profesi kedokteran sebagai dokter muda (Co-ass) di RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, yang merupakan rumah sakit pendidikan jejaring Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.
Dalam laporan tersebut disebutkan Pendidikan profesi kedokteran (Co-ass) merupakan pendidikan penuh waktu yang menuntut kehadiran dan keterlibatan intensif dalam pelayanan pasien, jadwal jaga, visite, dan tugas klinis. Di saat yang sama, jabatan Anggota DPD RI merupakan jabatan publik penuh waktu yang mensyaratkan kehadiran dalam sidang, rapat alat kelengkapan, kunjungan kerja dan reses, serta tugas pengawasan di pusat dan daerah," kata Aryanda Putra, Sekretaris Badko HMI Sumbar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/12/2025).
Bukti yang disertakan antara lain adalah unggahan media sosial pada 14 Oktober 2025 yang memuat foto teradu dan keterangan bahwa beliau sedang menyelesaikan stase Obsteri dan Ginekologi. Selain itu, Badko HMI Sumbar juga memperoleh berkas yang memvalidasi Cerint Iralloza Tasya terdaftar mengikuti Koas Siklus 57 dan 58 dengan NPM: 2210070200140.
Dugaan pelanggaran: konflik kepentingan dan komitmen rangkap peran penuh waktu ini dinilai menimbulkan empat masalah utama: Konflik Komitmen, Konflik Tugas (Duty), Ketidakpatutan (Improper Conduct), dan Konflik Kepentingan (Conflict of Interest).
“Kombinasi dua peran penuh waktu tersebut secara objektif menimbulkan: Conflict of Commitment: Dugaan pengabaian kehadiran dan komitmen penuh waktu dalam menjalankan tugas kedewanan. Conflict of Interest: Potensi konflik kepentingan karena teradu berposisi sebagai pejabat publik, sehingga membuka ruang perlakuan khusus (privilege) dan standar ganda dalam sistempendidikan kedokteran dan pelayanan rumah sakit pendidikan atau Universitas terkait," lanjut Aryanda.
Badko HMI Sumbar menegaskan bahwa praktik rangkap aktivitas ini bukan lagi wilayah opsi pribadi, melainkan persoalan hukum, etik, dan tata kelola lembaga yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka. Respon Institusi Pendidikan Memperkuat Dugaan
Sebelum melapor ke BK DPD RI, Badko HMI Sumbar telah mengirimkan permohonan klarifikasi tertulis kepada Universitas Baiturrahmah, RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, dan RSUD dr. Mohammad Natsir Solok.
Hingga laporan disampaikan, Universitas Baiturrahmah dan RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi belum memberikan tanggapan resmi. Sementara itu, balasan dari RSUD Mohammad Natsir dinilai tidak substantif dan hanya menyebut adanya "fleksibilitas waktu" bagi mahasiswa profesi dokter.
“Konsep 'fleksibilitas waktu' yang disampaikan kepada pejabat negara yang juga memegang jabatan full-time ini bertentangan dengan prinsip pendidikan klinis yang bersifat penuh waktu (full time).
Pemberian fleksibilitas tersebut kepada pejabat negara yang merangkap jabatan full-time menimbulkan pertanyaan etik dan integritas institusi pendidikan.”
Badko HMI Sumbar berpendapat, jawaban RSUD tersebut justru memperkuat dugaan adanya perlakuan berbeda atau fleksibilitas non-standar yang melanggar prinsip Keadilan Institusional.
Berdasarkan dasar hukum UU MD3, UU Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, dan Kode Etik DPD RI, Badko HMI Sumbar menuntut agar BK DPD RI melakukan pemeriksaan etik.
Tuntutan sanksi yang diajukan mencakup sanksi ringan, sedang, hingga berat. Tuntutan maksimal yang diminta adalah Rekomendasi Pemberhentian Antar Waktu (PAW).
“Rekomendasi Pemberhentian Antar Waktu (PAW), bila memenuhi unsur pelanggaran berat sesuai UU MD3 dan Kode Etik yaitu apabila: Terbukti tidak menjalankan tugas kedewanan dalam jangka waktu yang signifikan. terbukti menjadikan jabatan publik sebagai sekunder. Atau terdapat pelanggaran integritas yang mencederai marwah lembaga.”
Badko HMI Sumbar berharap laporan ini dapat menjaga integritas lembaga negara dan memastikan bahwa seluruh pejabat publik bekerja dengan dedikasi penuhwaktu sebagaimana amanat konstitusi.(***)









